Sengaja aku mengenakan pakaian lengkap dengan sepatu karet. Agar waktu kembali ke kamarku nanti, tiada yang mencurigaiku.
Setelah di luar terasa aman, tiada seorang teman pun kelihatan, aku berjalan sambil berusaha tidak menimbulkan bunyi langkah.
Aku masuk ke dalam rumah ibu kos lewat pintu samping, tanpa mencopot sepatuku. Karena kalau sepatuku ditinggalkan di luar, takut kelihatan oleh salah seorang teman kosku.
Mbak Artini menyambutku di ambang pintu kamarnya. Dan berkata perlahan, “Pakai sepatu segala? Kayak mau pergi jauh aja. Hihihiii…”
“Waktu ke kembali ke kamarku kan bisa alesan abis lari pagi Mbak,” sahutku, “Maaf ini sepatuku gak ditinggalin di luar, takut kelihatan temen sepatunya.”
“Iya gak apa - apa,” sahut Mbak Artini sambil meraih pergelangan tanganku ke dalam kamarnya.
Saat itu Mbak Artini mengenakan celana legging dan baju kaus serba hitam. Ditutupi dengan sweater berwarna merah.
Setelah menutup dan menguncikan pintu kamarnya, tiba - tiba Mbak Artini melepaskan celana legging hitamnya. Dan… ternyata tidak ada celana dalam di balik celana legging itu. Sehingga aku bisa langsung melihat kemaluannya yang tembem dan sangat bersih dari jembut itu…!
“Sudah lama kamu menginkan ini kan?” tanyanya sambil mengusap - usap tempik plontosnya, dengan senyum dan tatapan yang sangat menggoda…!
Aku langsung berlutut di depan kaki Mbak Artini, “Duuuh Mbak… mimpi apa aku tadi malam ya… tiba - tiba saja apa yang selama ini kukhayalkan menjadi kenyataan.”
Mbak Artini mengusap - usap rambutku sambil berkata, “Sebenarnya aku juga sudah lama sekali mengkhayalkan semua ini. Tapi aku menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya. Dan sekarang adalah waktu yang tepat itu Bon.”
Aku tak mau berbasa - basi lagi. Kuciumi Punya tembem yang bentuknya sangat indah itu. Tapi hanya sebentar aku menciumi Punya Mbak Artini, karena ia berkata, “Lepasin dulu dong pakaianmu Bon.”
“Siap Mbak,” sahutku sambil berdiri. Lalu kutanggalkan busanaku sehelai demi sehelai. Hanya celana dalam yang kubiarkan masih melekat di tubuhku. Sepatu karet yang sudah kulepaskan, kuletakkan di dekat pintu. Lalu menghampiri Mbak Artini lagi… Mbak Artini yang sudah telanjang bulat…!
Aku terlongong menyaksikan Mbak Artini yang sudah telanjang bulat itu. Tubuhnya tinggi montok, kulitnya putih mulus, wajahnya manis dan menggoda itu.
Aku belum tahu kenapa Mbak Artini bisa menjadi janda. Padahal tubuhnya begitu menggiurkan, dengan bokong dan toket sama - sama gede, dengan wajah manis pula. Lalu kenapa dia bisa bercerai dengan suaminya? Entahlah. Aku tidak perlu menanyakannya. Yang terpenting bagiku sekarang adalah… ingin merasakan nikmatnya menyetubuhi tubuh yang sangat menggiurkan itu…
Tapi tentu saja aku tak boleh bertindak kasar. Aku harus melakukannya dengan step by step.
“Kenapa celana dalamnya gak sekalian dilepasin?” tanya Mbak Artini sambil meraih tanganku agar naik ke atas bednya yang berseprai putih bersih.
Setelah berada di atas bed, kulepaskan celana dalamku.
“Booonaaa…! Punyamu gede dan panjang banget… !” Mbak Artini terperanjat setelah melihat Punyaku yang memang ukurannya di atas rata - rata ini. Lalu digenggamnya Punyaku yang sudah agak tegang tapi belum ngaceng total ini.
“Sejak menjanda, baru sekali ini aku menyentuh Punya lelaki lagi. Sekalinya ketemu Punya lagi… begini gagahnya… kalau dalam pewayangan mungkin Punyamu ini layak disebut Punya Werkudoro alias Bimo. Hihihihi… kebayang…”
“Kebayang apanya Mbak?” tanyaku sambil tersenyum.
“Kebayang enaknya kalau udah dientotin di dalam tempikku.”
“Tapi aku pengen jilatin Punya Mbak dulu. Boleh?” tanyaku.
Mbak Artini tersenyum sambil mengangguk. Lalu menelentang sambil mengusap - usap Miliknya. “Tentu aja boleh,” ucapnya, “Memang harus dijilatin dulu, biar mudah dimasukin Punyamu nanti.”
Melihat Mbak Artini sudah menelentang sambil menepuk - nepuk dan mengusap - usap Punyanya, aku pun spontan tengkurap di antara sepasang paha putih mulusnya. Sementara wajahku sudah tepat berada di atas Punya Mbak Artini yang luar biasa indahnya itu.
Ya… bentuk Punya Mbak Artini memang lain. Sangat cantik kelihatannya, karena selain tembem, labia mayoranya pun tersembunyi di balik ketembeman bagian luarnya.
Aku merasa beruntung mendapatkan Mbak Artini yang sudah lama kuidam - idamkan itu. Dan aku tak menyangka kalau hatinya pun sudah runtuh, tapi sengaja bertahan agar aku konsentrasi ke kuliahku dulu.
Lalu kungangakan pintu masuk ke surga dunia itu dengan kedua tanganku, sehingga bagian dalam Punyanya yang berwarna pink itu mulai kelihatan. Dan dengan sangat bernafsu kujilati bagian yang berwarna pink itu.
Mbak Artini pun memegangi kepalaku yang berada di bawah perutnya.
Sejenak kuhentikan jilatanku, untuk berkata, “Tempik Mbak luar biasa. Seperti yang masih perawan.”
“Memang masih perawan. Dan aku sudah memutuskan untuk memberikan keperawananku padamu Bon,” sahutnya sambil mengusap - usap rambutku.
“Haaa? Mbak seorang janda muda tapi masih perawan?” tanyaku kaget.
“Ceritanya panjang. Nanti aja jelasinnya. Sekarang lanjutkan licking-nya, Bon.”
“Iya,” sahutku dengan gairah semakin bergejolak. Kemudian kulanjutkan permainan oralku yang sudah terlatih berkat pengaklamanku dengan Mbak Weni dan Mama.
Kujilati bagian yang berwarna pink itu secara intensif. Tak terkecuali, kucari kelentitnya yang bersembunyi di bagian atas kemaluan wanita 30 tahunan yang mengaku masih perawan itu.
Mbak Artini pun mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas kain seprai putih bersih itu.
Aku belum tau benar tidaknya Mbak Artini itu masih perawan. Karena aku bukan seorang dokter. Sehingga belum bisa memastikan kebenaran pengakuannya itu. Tapi perawan atau tidak, bukan masalah penting bagiku. Yang pentging, aku sudah sangat bernafsu, sehingga aku menjilati Punya Mbak Artini dengan sangat bersemangat.
Sampai pada suatu saat terdengar suaranya, “Mungkin sudah cukup basah Bon… masukin aja Punyamu…”
“Iya,” sahutku setelah menjauhkan mulutku dari Punya ibu kosku. Kemudian kuambil tissue dari meja di samping bed, untuk menyeka mulutku yang berlepotan air liurku sendiri. Sementara Mbak Artini sudah merenggangkan kedua pahanya lebar - lebar.
Dengan penuh gairah kuletakkan moncong Punyaku di mulut Punya Mbak Artini yang sudah agak terbuka sedikit itu. Lalu kuarah - arahkan moncong Punyaku agar letaknya ngepas.
Kemudian kudorong sekuat tenaga, tapi… malah meleset ke bawah. Kuletakkan lagi moncong Punyaku pada posisi yang mungkin lebih tepat. Kemudian kudorong lagi sekuatnya. Lagi - lagi meleset.
Hmmm… gak nyangka akan sesulit ini. Lebih sulit daripada waktu pertama kali mau menyetubuhi Mbak Weni.
Tapi berkat perjuangan dan keuletanku, akhirnya aku berhasil membenamkan Punyaku, meski baru sampai lehernya saja.
“Sudah mulai masuk ya,” ucap Mbak Artini sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu ia menatapku dengan senyum manis di bibir sensualnya.
“Baru sedikit… sepertinya Mbak memang masih perawan,” sahutku.
“Bukan sepertinya! Aku memang belum pernah disetubuhi lelaki…!” ucap Mbak Artini tajam. Sambil mencubit pipiku. “Disumpah juga aku mau. Bahwa aku masih perawan. Dan Bona adalah lelaki pertamaku.”
“Iya maaf… barusan aku salah ngomong…” sahutku sambil bersiap - siap untuk mendorong Punyaku lagi, agar masuk lebih dalam.
Lalu kudesakkan Punya ngacengku sekuatnya. Makin jauh membenam ke dalam liang Punya Mbak Artini.
Maka mulailah aku mengayun Punyaku perlahan - lahan. Dalam gerakan pendek - pendek. Di dalam liang Punya ibu kosku yhang luar biasa sempitnya ini.
Namun setelah kuentot secara perlahan dan hati - hati, akhirnya ku berhasil mengentotnya secara normal. Mungkin karena liang Punya Mbak Artini sudah menyesuaikan diri dengan ukuran Punyaku.
Mbak Artini pun mulai menggeliat - geliat lagi, diiringi oleh rintihan - rintihannya yang terdengar seperti bisikan - bisikan erotis di telingaku.
“Bona… oooh… Booon… ternyata seperti ini rasanya disetubuhi oleh lelalki ini yaaa… oooo… oooooh… Booonaaaa… aku sudah menjadi milikmu, Sayaaaang…”
Itulah pertama kalinya Mbak Artini memanggilku Sayang. Senang hatiku mendengarnya… mendengar ucapan mesra dari perempuan yang sudah lama kugilai ini.
Sambil tetap mengentotnya, kupagut bibir sensualnya ke dalam ciuman dan lumatanku. Dia pun menyambut dengan lumatan yang lebih hangat lagi, sementara tangannya meremas - remas sepasang bahuku.
“Aku juga sayang sekali sama Mbak,” ucapku setelah ciuman kami terlepas.
“Jadi… Mbak sudah lama jatuh hati padaku?” tanyaku tanpa menghentikan entotanku.
“Jatuh cinta…! Bukan jatuh hati lagi.”
Aku terkejut sehingga lepas kontrol. Dan aku terlalu jauh menarik Punyaku, sehingga terlepas dari liang Punya Mbak Artini. Tapi pada saat yang sama, aku jadi bisa melihat darah yang bertetesan dari Punya Mbak Artini… berjatuhan ke atas seprai. Mungkin ada sekitar 1 sendok teh darah yang bertetesan ke kain seprai putih bersih itu.
Inilah untuk pertama kalinya aku menyetubuhi perawan. Lalu kenapa Mbak Artini mengaku janda tapi masih perawan? Soal itu mungkin nanti dia akan menjelaskannya sendiri. Yang penting sekarang, aku harus memasukkan lagi Punyaku yang terlepas dari liang surgawi ibu kosku.
“Gak nyangka… Mbak ternyata masih perawan,” ucapku setelah Punyaku terbenam lagi seluruhnya di dalam liang kenikmatan ibu kosku.
“Aku dijodohkan dengan seorang cowok. Aku sih menurut saja pada keinginan orang tua. Lalu aku dinikahkan. Gak taunya cowok itu tidak tertarik pada perempuan. Dia hanya menyukai sesama jenis kelaminnya.”
“Gay maksud Mbak?”
“Iya. Aku sudah berusaha untuk merangsangnya dengan berbagai macam cara. Tapi dia tidak terangsang sedikit pun. Makanya aku minta cerai tiga bulan setelah menikah dengan cowok gay itu. Jadi… aku memang janda, tapi masih perawan. Dan sekarang aku berikan keperawananku kepada orang yang kucintai dan bernama Bona ini.
“Iya Sayaaaang, “aku pun membalas dengan kata sayang. Kemudian kucium bibibrnya sambil mengayun Punyaku kembali. Bermaju mundur di dalam liang Punya Mbak Artini yang luar biasa sempitnya ini, “Sekarang aku merasakannya… bahwa aku memang mencintaimu Bon… gak tau diri ya… perempuan sudah usia tigapuluh mencintai anak muda…
“Umurku juga sudah menuju duapuluhempat Mbak. Jadi beda usia kita hanya enam tahun,” sahutku sambil menghentikan ayunan Punyaku sejenak. “Kalau soal perasaan, pertama kali aku melihat Mbak, aku langsung tergila - gila sama Mbak. Tapi aku tak mau memaksakan diri. Karena takut disangka ingin digratiskan kosku di sini.
“Kata orang… lelaki mengucapkan cintanya dulu, kemudian masuk ke dalam hati. Kalau perempuan dirasa - rasakan dulu di dalam hati. Lalu kalau sudah mengucapkannya, berarti sudah berada di puncak cintanya Bon.”